Selasa, 02 November 2010

cerpen

YOU ARE WELCOME
Bulan kian pucat, warna keemasan diufuk timur mulai memudar, dan mentaripun kian silau, tampak sisa hujan semalam belum jua kering. Dedaunan masih basah karena tangisan lazuardi yang hampir semalam tak henti, ketika fajar menyingsing kabut pun ikut berduyun berarak tinggalkan keramaina kota yang penuh dengan kebisingan, yang tinggal hanya gumpalan awan putih hiasi birunya langit. Pagi yang indah.. Tampak ada kesibukan di rumah sederhana yang rapi dan elok. Rerumputan di halaman rumahpun seolah ikut merasakan kesibukan di sekitarnya.
“jiha... kesini sebentar sayang...” teriak wanita separuh baya yang sedari pagi sibuk dengan kardus snack.
“Iya mi..” sahut gadis berjilbab kaos dari kamarnya. Selesai melipat baju yang baru di ambilnya dari almari memasukan kekoper kemudian menghampiri suara lembut yang belum lama memanggilnya, “ada apa mi?” bisiknya lembut saat sampai di depan ibunya
” Antarkan ini kerumah budhe harun..” pinta sang ibu sambil menyodorka dua kardus snack,
“umi... jiha kan belum selesai merapikan baju” sahut gadis lesung pipi itu dengan nada manja.
“sebentar saja, lagian dekat kan? Lihat, umi belum selesai membungkus snack-snack ini nanti keburu pemesannya datang”
“kenapa nggak kakak aja yang nganterin?”
“masih sibuk di depan sama abi, kalau umi panggil juga pasti tidak dengar, sudah sana... sekalian pamitan kamu kan bakal lama tidak pulang...”
Jiha pun berlalu, meninggalkan ibunya yang belum selesai bicara. Ada rasa enggan ketika ia harus menjumpai penghuni rumah tetangganya itu, terutama haris.. ya... dia, pemuda yang pernah buat ia kesal. “ marah tidak boleh lebih dari tiga hari ” gumamnya ketika ingat nasehat murobinya1 di kampus. Namun kekesalan itu terus ada dalam hatinya.. Haris, yang dulu sahabat baiknya kini begitu ia benci, sahabat kecilnya yang selalu membuatnya tertawa dan selalu membelanya ketika ada anak-anak bandel yang mengganggunya, ah.. itu dulu sekarang ia bukan lagi sahabat kecilnya.
“ Assalamua’alaikum..“ sapa jiha ketika ia sampai di depan rumah yang dituju..
“ Wa’alaikum salam.. e.. jiha.. masuk sayang “ sapa lembut sang pemilik rumah.
“ini budhe dari umi..” dengan senyum simpul ia serakan bungkusan di tangannya, sejenak ia terdiam ketika melihat sosok yang di bencinya. Ia melayangkan senyum, tapi entah.. hatinya merasa, ada yang aneh dalam senyum Haris..
****
Semua hentikan tawanya ketika jiha sampai di depan pintu, keadaanya masih seperti semula, sebulan yang lalu ketika ia tinggalkan untuk liburan bersama keluarganya, tapi biasanya tidak sesepi ini? Dimana teman-temannya yang selalu ramai dan suka bertinggkah? Jiha terus melangkah dengan penuh tanya, beberapa kali mengucapkan salam tapi tak ada jawab.. dengan pelan ia membuka pintu.. benar-benar sepi...
“hmmmm... mungkin masih diluar..” batinnya dan merebahkan diri di kursi..
“ jiha.... “
Jiha terkejut ketika semua teman-temannya berhambur menghampirinya saat ia sedang asyik mengotak aatik hand phonnya.
“ah.. kalian.. kenapa mengagetkan..” Kemudian dengan ramah ia menyapa semua sahabatnya “Assalamu’alaikum.. “ sambil memeluk keenam sahabatnya satu persatu..
“ Wa’alaikum salam..” jawab keenam sahabatnya hampir bersamaan “senangnya kamu datang” ucap sahabatnya Riska... teman sekamarnya yang paling jahil..
“ kaifa khaluk2 Gimana sayang udah baikan.. “ tanya gadis berjilbab merah hati
“ Alhamdulillah kabar baik,udah mendingan mba’’ sambil senyum ia jawab pertanyaan mba’Ratna, ya.. dialah salah satu kakak tinggkat yang paling perhatian, bukan hanya denganya tapi dengan semua penghuni kost ini. Saat jiha jatuh sakit sebulan lalu dialah yang ribut kesana kemari minta bantuan, mencari taksi dan menghubungi keluarga jiha.
Kini suasana yang hening kembali riuh, Mela, Hana, dan Tika yang sedari tadi diam pun ikut ramai, tanya ini itu tentang keadaan jiha dan cerita panjang lebar, kesana kemari, tentang keadaan kost saat jiha tidak ada, keadaan kampus, dan keadaan Jakarta dengan segala gemerlap dan kekejamannnya. Sesekali jiha menyunggingkan bibirnya saat mendengar celoteh sahabat-sahabatnya. Kemudian satu persatu semua berlalu, membiarkan jiha istirahat di kamarnya.
“ Syukron3 ya Ris, dah jagain kamarku, wah.. apa jadinya kamar ini kalau ngga ada kamu.?”kata jiha pada riska, ketika mereka hanya tinggal berdua.
“ you are welcome ukh...” jawabnya singkat, dengan bahasa barat, dialah yang paling sering bercas,cis,cus menggunakan bahasa itu. Meski kadang belepotan, teman-temannya tidak pernah mempedulikan itu.
***
Jiha kembali menjalani hari-hari kuliahnya seperti biasa, typhus yang dideritanya tak lagi mengganggu aktivitasnya. Tidak terasa sudah enam bulan ia di metropolitan, rasa rindu dengan keluarga dan teman-temannya di kota asal bisa ia tahan. Ada rasa yang tidak biasa dalam hatinya entah karena apa, namun ia mengabaikan itu, dan terus menyibukan diri larut dalam hiruk pikuk kota.
“ Ris.. antar aku ambil uang yu’..”pinta Jiha pada Riska yang sedang asyik dengan majalahnya.
“ sekarang..??”tanya Riska tanpa menoleh pada Jiha
“ ia.. sekarang, mau buat laporan observasi yang kemarin, butuh banyak dana,hehe… ”
“ oke.. sekarang, tapi kamu yang bawa motor ya..” pinta Riska dengan senyum yang dibuat-buat. Jiha membalas dengan senyum yang sama dan mengerutkan keningnya. Merekapun berlalu, menyusuri jalanan kota yang penuh sesak.
Sementara itu dikota yang sama seseorang sedang berjuang untuk hidupnya, Suasana tegang tampak disudut-sudut Rumah sakit yang tak pernah senyap. Angin yang bertiup dengan tenang tak hilangkan kegundahan di depan ruang ICU.
“ bagaimana bi, sudah dihubungi “ tanya itu memecahkan kebekuan disana, saat leleki dengan kemeja biru menghampiri wanita yang sedang duduk dengan raut bingung,
“sudah mi tapi tidak diangkat” jawab lelaki itu sambil memegangi kepalanya, Rambutnya sudah mulai memutih. Garis wajahnya melukiskan ia seorang pekerja keras, dan kewibawaanya membuat orang baru mengenalnya segan.
“ sudah mbak.. tidak apa-apa, nanti kita coba hubungi lagi “ pinta wanita yang masih duduk, mencoba menenang keduanya.
“ tapi dari kemarin Haris selalu memanggil manggil namanya”
Tak ada yang menjawab pertanyaan itu. Suasana disana kembali seperti semula, tak ada lagi cakap, yang ada hanya suara petugas rumah sakit yang hilir mudik kian kemari.
***
“ Udah selesai?” tanya Riska pada Jiha yang baru keluar dari mesin ATM.
“ udah, yo” jawab Jiha sambil membuka tasnya, ia menganbil handphonnya, empat panggilan tak terjawab. “Abi memanggil Rin, ada apa ya..” tanyanya penuh selidik.
“ Wa’alaikum salam... Ada pa abi, Jiha tidak tahu kalau abi telfon Jiha.. abi baik-baik saja kan, umi gimana baik juga kan??” tanya jiha panjang lebar ketika telfonya tersambung dan mendengar suara ayahnya dari telephon genggamnya.
“ia sayang kami semua baik, kamu masih sibuk” suara itu terdengar tenang, Jiha pun menghela nafas lega.
“ tidak bi, ini baru jalan sama Riska”
“ kalau tidak sibuk pulang ya.. kami juga sedang di Jakarta, siap-siap nanti kakak yang menjemputmu ke kost “
“ ada apa abi??”
“tidak apa-apa, nanti kakak yang jelaskan, sudah dulu ya... Assalamu’alaikum..” Ayah jiha menutup telfon dengan menyisakan tanya pada Jiha.
“Wa’alaikum salam.. “ jawab jiha dengan nada yang sedikit gemetar
“ ada apa ukh “ tanya Riska yang sedari tadi diam, tak ada jawab dari Jiha, ia kian bingung, mengikuti langkah Jiha yang sudah siap dengan motor maticnya.
Mereka kembali menyusuri jalan raya, derum mobil dan motor tiada henti, sesekali diselingi dengan suara klakson yang bersahut-sahutan, Jiha membawa motornya dengan kencang,
“ hati-hati Jiha..” suara Riska kabur oleh kebisingan, Jiha tak pedulikan suara itu, terus melaju dengan kencang. “ Awas Jiha..” lanjut Riska, Jiha terkejut sesaat kemudian motor yang dibawanya sudah tak dipegang lagi, Jiha terkapar, tak bisa mendengar suara bising kota lagi, tak jauh dari Jiha. Kerumunan menghampiri Riska.. Polusi di Metropolitan seolah jadi saksi kejadian mengerikan siang itu.
***
Perlahan Jiha membuka matanya, samar-samar tampak wajah ibunya, ayanhnya dan kakaknya juga disana.
“ Ris...ka, Ris..ka...” suaranya pelan..
“ Jiha.. Ini umi Sayang.. Abi.. Jiha siuman abi.. Rendra.. panggilkan dokter..” antara girang dan tegang bercampur dalam nada suara ibu Jiha..
Tanpa menyahut, pemuda yang sedari tadi duduk disamping ranjang berlalu dari ruangan itu..
“ Dia sudah membaik, hanya butuh tiga atau empat hari disini, setelah itu bisa dibawa pulang” jelas dokter saat selesai memeriksa Jiha, dan berlalu dari ruangan itu dengan senyum ramah.
Tak lama kemudian, mba’ Ratna dan semua penghuni kostnya datang, mereka mengembangkan senyum, sejenak rasa sakit riska terana punah.keceriaan di kost kini hadir di ruangan tempat Jiha dirawat.“ Terimakasih sahabat-sahabatku “ gumam Jiha
“ Mi.. ris..ka Riska. Di...ma na??” tanya Jiha terbata-bata.
“ dia baik-baik saja sayang.. tidak apa-apa sudah di tangani dokter kamu istirahat lagi ya..” pinta sang ibu sambil mengelus kepalanya, diikuti Rendra yang menganggukan kepala saat Jiha menoleh padanya.
Akhirnya, tiga hari berlalu. Jiha sudah boleh pulang, meski dengan tangan dan kepala yang masih terbalut perban.
“ Mi.. Jiha nunggu Riska ya..” Pinta jiha saat ibunya sedang sibuk merapikan barang-barang bawaannya .
“ jangan sayang.. kamu harus pulang sekarang, nanti kak Rendra yang disini.. biar kamu bisa selalu dengar kabar Riska” Jawab ibunya tanpa menoleh.. ada sejuta tanya dalam hati Jiha, kenapa.. ibunya begitu buru-buru dan tampak tegang..
“ Bagaimana mi.. sudah siap..” tanya ayah Jiha yang baru masuk keruangan itu..
“Sudah bi, Ayo..” kata ibunya sambil mengangkat kopernya..
Jiha keluar dengan dipapah kakaknya, kakinya masih sedikit pincang. Ditemani kakaknya ia menghampiri ruangan Riska, tapi ia tak bisa masuk. Hanya bisa melihat Riska yang masih terbaring lewat kaca pintu.
“ Riska.. cepat sembuh ya.. Maaf.. maafkan aku, kalau bukan karena aku pasti kamu tidak seperti ini..” bisik Jiha lirih
Jiha dan keluarganya meninggalkan rumah sakit yang sudah menampungnya selama ia sakit.
Setelah seharian di mobil akhirnya Jiha dan keluarganya sampai di rumah, hmmm.. Surabaya masih tetap seperti yang dulu, hanya sedikit perubahan. Enam bulan di Jakarta membuatnya begitu merindukan tanah kelahirannnya.
Lagi-lagi Jiha merasa ada yang aneh. Baru istirahat sebentar kemudian Budhe harus datang, dengan pakaian yang amat rapi, Jiha tak hiraukan itu. Ia masih sibuk dengan ponselnya. Menghubungi teman-tamannya di Jakarata.
“ Sudah siap mba’??” tanya budhe Jiha dengan ibunya..
“Sudah.. Ayo berangkat oya.. Jiha.. Budhe mau bicara..”kata ibu jiha sambil merapikan jilbabnya.
Jiha kaget, ponsel yang sedari tadi dipegangnya di taruh diatas meja “ ia Budhe ada apa??” Jawab Jiha sambil merapikan posisi duduknya.
“ Jiha.. ini titipan dari kak Haris..” kata wanita berjilbab hijau itu sambil menyodorkan kepingan CD pada Jiha.
“ ini apa budhe”
“ Budhe tidak tahu itu amanat dari Haris sebelu dia pergi”
“ memangnya kak Haris kemana” tanya jiha polos. Budhe Harun hanya terdiam, kemudian menoleh pada ibu jiha yang sudaqh duduk disampingnya.. tiba-tiba tangisnya pecah dan merangkul ibu Jiha sambil tersendu-sendu. Air matanya tak terbendung lagi, padahal ia sudah berusaha tegar didsepan. Jiha kian bingung.
“ Jiha..” kata ibunya pelan, jiha menyimak dengan tenang. “ Allah sangat menyayangi kak haris, dan DIA.. Dia memanggil kak Haris..”
Serasa remuk semua tulangnya saat mendengar ucapan ibunya, terdiam.. dia hanya bisa diam, kemudian semua terasa gelap. Haris yang dulu begitu peeriang, selalu siap membantunya kapan saja, Haris.. mahasiswa UI yang hampir wisuda kini pergi.. “Kak Haris.. senyum enam bulan lalu.. sebelum aku berangkat, itu senyum terahirmu, kak Haris.. aku belum minta maaf padamu karena aku marah padamu saat kak Haris tak pernah mau menyapaku, tak lagi membuatku tertawa seperti dulu, kenapa kak Haris pergi..?” Jiha terus bertanya pada dirinya sendiri saat ia bisa membuka mata setelah hampir dua jam tak sadarkan diri.
“ Jiha..” pangil budhe Harun yang sedari tadi duduk tak beranjak dari samping Jiha,kemudian dihampiri ibunya yang baru masuk ke kamarnya.
“ Budhe... Kak Haris...” kata Jiha tersendu-sendu.
“ Ia sayang.. Biarkan kak Haris pergi ya.. Doakan saja, semoga ia dapat tempat yang layak disisiNYA, empat hari yang lalu ia dirawat di Jakarta, ia selalu memanggil-manggil kamu, makanya budhe meminta ayahmu untuk menelphonmu supaya kamu bisa datang, tapi.. kecelakaanmu itu menghentikan niat budhe.” Pinta budhe Harun pada Jiha dan memberikan penjelasan panjang lebar dengan tenang, namun dadanya sesak.. ia harus kehilangan anak satu-satunya, anak yang begitu ia banggakan. “ besok kita kemakam, rencananya tadi budhe mau mengajak kamu ke makamnya..” tambah budhe Harun sambil mengelus kepala Jiha
“ ia budhe..” jawah Jiha singkat.
“ya sudah.. sekarang kamu istirahat dulu ya..” kata ibu Jiha sambil membetulkan posisi bantal jiha.
Budhe Harun dan Ibu Jiha beranjak, meninggalkan Jiha sendiri sesaat ia terdiam, kemudian menoleh kemeja, CD yang diberikan budhe tadi, dengan tertatih ia bangkit dari ranjang.. menyalakan VCD player dan menyimak isi rekaman dalam CD itu.
“Assalamu’alaikum Jiha... mungkin saat kamu melihat rekaman ini saya sudah tenang di jannahNYA, wah.. pede banget ya.. banyak dosa kok minta surga??” Jiha tersendu saat menyimak rekaman itu, ia tak dapat membendung tangisnya. “ oy.. kamu tahu??aku buat rekaman ini dimana??dikamarku.. ini.. nah.. ini meja belajarku, disini aku suka menulis banyak hal. Ada foto kita waktu kecil.. lihat, lucukan.. aku selalu semangat mengerjakan tugas dari dosen, karena ada foto ini,ini foto kita berdua saat kecil dulu, karena aku sudah tidak bisa pergi ke kampus lagi jadi disinlah aku belajar, memanfaatkan internet untuk bisa menimba ilmu, aku buat rekaman ini hari Jumat tepatnya tanggal 18 maret 2009, saat itu kamu datang kerumah kan,,, senang bisa melihat senyummu, meski hanya sedikit, disini Jiha.. dikamar ini aku melakukan banyak hal.. kadang aku benci dengan keadaan ini tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, dan selalu semangat saat ingat kata kamu LATAHZAN INNALLAHA MA’ANA (AT TTAUBAH:40) benar kan..??aku menulisnya di dinding kamar dan mengingatnya terus, biar aku ngga sedih karena aku yakin Allah bersamaku, terimakasih kamu ajarkan banyak hal padaku, mungkin aku akan tetap menjadi bandel jika kamu tidak mengingatkan aku, mungkin aku tidak akan mengenal agamaku seperti sekarang jika bukan kamu yang mengenalakannya. Terimakasih banyak untuk semua.. dan.. maaf.. jika beberapa bulan terahir ini aku tidak pernah menghubungimu, tidak pernah datang saat kau butuh bantuan, meski kampus kita dekat, karena sudah lama aku tidak injakkan kaki di kampus. Hehehe.. ayo Jiha tersenyumlah... lihat.. kepalaku gundul sekarang, ini karena leukemia, sakit Jiha.. sakit.. sekali... saat sakit aku ingin kau ada disini, menemaniku, menghiburku. Aku rindu dengan wajah riangmu. tapi tidak.. aku tidak mau.. kamu kan cengeng.. pasti kamu ikut menangis kalau melihat aku sakit.. cukup doamu dan semua pesanmu yang menemaniku.. selamat tinggal Jiha.. selamat tinggal.. jangan sedih.. sesungguhnya Allah bersamamu.. itukan arti surat Attaubah ayat 40.. ya.. sekarang aku tahu.. ayo.. tersenyum.. untukku..”
Air mata Jiha menganak sungai saat rekaman itu berahir.. “Kak Haris..” dengan suara serak ia memanggil sahabatnya yang telah tiada.. “selamat jalan kak Haris, selamat jalan, semoga engkau tenang disana, you are welcome, you are welcome.. kau pun telah mengajarkan banyak hal padaku...” kemudian ia terdiam, raganya seolah kaku.
Tiba-tiba ia tersentak saat pintu kamarnya terbuka “Jiha...” jiha menoleh ia tak asing dengan suara itu,
“kak Rendra..” jawab Jiha kemudian tangisnya pecah lagi.. “kak Haris kak, kak Haris sudah pergi..”
“ia Jiha.. kamu yang tabah ya..” hibur Rendra.. “kamu tidak mau tahu kabar Riska??” sambungnya
“ia kak Riska apa kabar.. dia sudah sembuh kan..?”tanya Jiha gugup
“ Alhamdulillah.. Riska sudah siuman, tapi seminggu lagi baru boleh dibawa pulang” jawab Rendra.
Ada sedikit cahaya yang menyelusup ke dalam palung hatinya.. Riska yang koma beberapa hari kini sudah baik.. kemudian Jiha larut bersama malam, lelap karena letihnya. Diluar kabut tebal menyelimuti langit tak ada bintang, apalagi bulan. Mendung... alam seolah ikut merasakan kesedihan dalam hati Jiha.
***
murobinya1 : Pembimbing
kaifa khaluk2 : Bagaimana kabarnya
Syukron3 : Terimakasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar