bukan khayalan tapi sebuah keinginan.... keindahan warna yang hanya berkutat di kutub hadir di katulistiwa... dengan jutaan warna yang jauh lebih indah.... mewarnai tiap bait hidupnya, sebagai rasa syukur atas karunia Allah 'Azza wa Jalla... dan...mencoba menghadirkan senyum untuk orang2 trcintanya... Aurora melangkah di katulistiwa dg cinta dan cita... mencari secarik kebenaran yg tak dimilikinya....
Sabtu, 03 Oktober 2020
Kakek pahlawanku
ku pulang sekolah sambil menangis. Kesal sekali hatiku hari ini. Lagilagi
teman- teman mengejekku. “Si hitam..., si hitam..!” begitu mereka
selalu memanggilku. Kulitku memang hitam, rambutku juga hitam. Mau
bagaimana lagi? Ayah dan ibuku juga berkulit hitam, bagaimana mungkin aku
bisa berkulit putih? Awalnya aku hanya diam. Diam tak menjawab. Tetapi,
teman-temanku tidak berhenti mengejekku. Semakin aku diam, semakin
banyak teman yang ikut mengejek. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana.
Aku diam..., dan diam..., menahan tangis, yang akhirnya tak tertahan lagi di
perjalanan pulang.
Sampai di depan rumah, ternyata ada kakek yang duduk di teras depan.
Aku mengusap air mata, berusaha menyembunyikan tangisku. Tetapi, kakek
selalu tahu. Ia selalu tahu ketika aku sedang sedih. Kakek hanya tersenyum dan
memintaku duduk di sampingnya. Kakek diam tak bertanya, hanya mengusap
punggungku lembut, menunggu tangisku reda. Akhirnya aku bercerita pada
kakek. Aku menumpahkan kesal hatiku pada teman-teman yang mengejekku.
Kakek tersenyum dan tersenyum lagi. Aku hampir saja bertambah kesal.
Mengapa kakek tidak ikut marah pada teman- temanku?
Setelah habis ceritaku, kakek berkata “Jangan memberatkan hati dengan
masalah yang kecil. Coba cari akal untuk meringankan beban hatimu.”
“Bagaimana caranya, Kek? Aku sudah diam.., dan diam tidak menanggapi.
Tetapi, teman-temanku tidak berhenti mengejekku.” aku menjawab permintaan
Kakek dengan cepat.
“Besok, ketika teman-teman mengejekmu... ’Si hitam... Si hitam...!’ kamu
jawab saja ‘tapi manis, ‘kan?” Kakek memberiku saran.
Aku heran. Saran apa itu? Aku takut teman-teman akan semakin
mengejekku. Tetapi, kakek meyakinkan aku. Ia malah memintaku melatihnya
berulang-ulang. Sore itu, aku bisa tertawa. Biarlah. Aku coba saja besok.
Mungkin saja Kakek benar, begitu pikirku.
Ternyata, Kakek benar! Esok harinya, ketika teman-teman mengejekku lagi,
aku langsung menjawab. Aku menjawab dengan kalimat yang sudah berulang
kali aku latih.
“Tapi maniiiiss, ‘kan?”
Ajaib! Teman-temanku lalu diam termangu mendengar jawabanku.
Lalu, salah seorang temanku menjawab pelan “Iya sih..., kamu memang
hitam, tetapi memang maniis juga...” begitu katanya. Temanku yang lain lalu
tertawa. Lalu, aku juga tertawa. Kami memang berteman dekat, walau kadangkadang
kami lupa batas ketika bercanda.
Benar kata Kakek! Tak perlu memberatkan hati dengan masalah yang kecil.
Gunakan akal yang cerdik untuk meringankan beban hati. Kakek membelaku
dengan caranya yang cerdik. Kakek mengajarku untuk membela diri dengan
akal pikiranku. Terima kasih atas nasihatmu..., Kakek, Pahlawanku!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar